Peserta Kompas Jawa Barat Green Fun Bike melintasi jembatan layang Cimindi, Kota Cimahi, Jawa Barat, Minggu (6/12). Sepeda santai berjarak sekitar 22 kilometer ini dimulai dari Kantor Harian Kompas Biro Jawa Barat di Jalan RE Martadinata Nomor 46, Bandung, hingga Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. (Foto : KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)***
GREEN FUN BIKE
Bandung Lautan Sepeda...
Kota yang sakit adalah kota yang tak mampu memotivasi warganya untuk keluar rumah menikmati suasana. ”Kalau belum apa-apa warga sudah takut macet, keserempet mobil, atau gelap waktu malam, itu ciri kota sakit,” kata arsitek pendiri Urbane Indonesia, Ridwan Kamil.
Kecemasan itulah yang dirasakan para pengendara sepeda di Bandung, Jawa Barat, sehari-hari. Berebut jalan dengan kendaraan bermotor, tersiram air kubangan, bahkan terjatuh hingga lecet karena tersenggol mobil atau angkutan umum merupakan risiko yang harus mereka hadapi.
Namun, Minggu (6/12) pagi, para pengendara sepeda di Bandung diberi kesempatan untuk menikmati suasana kota yang sehat. Dalam acara Green Fun Bike yang diselenggarakan Kompas Biro Jawa Barat, mereka bisa bersepeda dengan rasa aman karena dipandu polisi.
Sebanyak 1.215 peserta menempuh jarak sejauh lebih kurang 21 kilometer dari depan Gedung Grha Kompas-Gramedia di Jalan RE Martadinata 46, Kota Bandung, hingga Kota Baru Parahyangan di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Jalan- jalan utama di Bandung, seperti Jalan RE Martadinata, Merdeka, dan Asia-Afrika, pagi itu dipadati sepeda. Hari itu, pesepeda menjadi raja.
Saat itu, pesepeda tidak lagi menjadi minoritas atau kelompok terabaikan di dalam kebiasaan berlalu lintas. ”Kalau beramai-ramai begini kita bisa lebih aman. Beda kalau hanya gowes sendiri-sendiri, risikonya lebih besar,” kata Yayat Hidayat (29), seorang peserta Kompas Jawa Barat Green Fun Bike asal Sukajadi, Bandung.
Selama gowes di perjalanan, ia merasa aman dan nyaman. Solidaritas antarpesepeda pun bisa diandalkan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di jalan.
Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ikut berbaur di dalam barisan peserta.
Bambang Susantono memberikan apresiasi terkait dilangsungkannya acara itu. ”Hari ini, saya menyaksikan ’pahlawan- pahlawan’ yang mencoba memperjuangkan kota ini agar menjadi lebih manusiawi dan sehat,” katanya. Saat yang sama pula dicanangkan gerakan bersepeda ke sekolah (bike to school) dan gerakan bersepeda ke kampus (bike to campus).
Menurut Bambang, ada tiga ciri sebuah kota bisa dikatakan manusiawi. ”Pertama, angkutan umum yang layak. Kedua, ruang terbuka hijau untuk aktivitas umum dan sosial yang memadai. Ketiga, memanjakan pejalan kaki dan pesepeda,” kata Bambang.
Ketua Bike to Work Chapter Bandung Satiya Adi Wasana berharap makin banyaknya pesepeda akan mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung merealisasikan terbentuknya jalur sepeda yang memadai. Sebagai pesepeda rutin, ia kerap tersenggol sepeda motor atau terserempet angkutan umum.
”Pesepeda mestinya difasilitasi pemerintah. Minimal, jalan bisa ramah kepada para pesepeda. Pengendara sepeda belum dianggap sebagai pengguna jalan yang patut diperhatikan,” kata Arif Arianto (39), dosen Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung, yang datang bersama istri dan putrinya yang berusia enam tahun.
Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi bertekad membangun jalur sepeda di wilayahnya. ”Semakin berat tantangan, kian kuat pula keinginan saya untuk memfasilitasi komunitas pengguna sepeda antara lain dengan pembangunan jalur khusus sepeda,” kata Edi yang disambut tepuk tangan peserta Green Fun Bike.
Sementara itu, Gubernur Ahmad Heryawan berjanji akan membicarakan pembangunan kawasan khusus sepeda dengan Pemkot Bandung. ”Tujuannya agar di Bandung ada kawasan bersepeda meski hanya 1 atau 2 kilometer tetapi aman dari kendaraan bermotor,” katanya.
Menurut Alex Retraubun, bersepeda memiliki efek domino yang tinggi. Makin banyak penggunaan sepeda, otomatis akan meningkatkan volume produksi sepeda sekaligus menghidupkan dan menumbuhkembangkan industri sepeda dan produk turunannya, seperti suku cadang dan helm, di Indonesia.
”Jika industri sepeda dan produk ikutannya semakin berkembang, maka membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Itu berarti melalui bersepeda pula kita ikut menekan jumlah pengangguran,” kata Retraubun.
Perekat sosial
Acara Kompas Jawa Barat Green Fun Bike ini juga menjadi sarana perekat sosial, silaturahim, dan pertemanan antarpesepeda. Beragam komunitas pesepeda terlibat di dalamnya. Anggota komunitas ini saling membantu dan menyemangati. Ketika ada peserta yang tertinggal di belakang karena kelelahan atau kecapaian, anggota yang lain bersedia menunggu dan menemani sambil terus memberikan semangat.
Lingga (25), misalnya, sepanjang perjalanan mengawal salah satu peserta hingga lokasi check point di Jalan Cibabat, Cimahi.
Ia memacu sepedanya lebih pelan ketimbang peserta lain. Sepanjang perjalanan menuju check point, Lingga, yang juga anggota komunitas Bike to Work Bandung itu, menyemangati rekannya yang kelelahan.
”Apakah mau terus atau mau dipanggilkan tim evakuasi? Tenang, tak perlu khawatir tertinggal. Bagaimana?” ujarnya kepada seorang remaja putri. Remaja itu menggeleng dan memaksakan diri untuk terus melaju dengan sepedanya.
”Oke, kalau begitu kamu berjalan di depan. Nanti saya kawal dari belakang,” kata Lingga yang dalam acara itu juga berperan sebagai anggota marshall atau kelompok pendamping.
Semangat pertemanan karena sama-sama pesepeda jugalah yang melandasi Yadi Achyadi mengikuti Green Fun Bike. Pegiat sepeda onthel yang tergabung dalam Paguyuban Sapedah Baheula Bandung itu ingin menyemarakkan kegiatan tersebut.
Keberadaan komunitas sepeda onthel di antara peserta Kompas Green Fun Bike memang memberi warna tersendiri. Di antara peserta yang mengenakan kaus warna hijau-putih, pesepeda onthel muncul dengan kostum bervariasi. Ada yang memakai setelan batik dan celana hitam yang dilengkapi udeng atau belangkon, yakni penutup kepala khas Jawa. Lalu, ada yang mengenakan baju ala veteran perang kemerdekaan, setelan kemeja, celana dan kopiah hitam, bahkan bergaya koboi. (Yulvianus Harjono/Rini Kustiasih/Dwi Bayu Radius)***
Sumber : Kompas, Senin, 7 Desember 2009 | 03:12 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar