MARI KITA HIJAUKAN DENGAN HUTAN BUMI WIRALODRA DEMI MENCEGAH GLOBAL WARMING (PEMANASAN GLOBAL)

Jumat, 17 Desember 2010

Indramayu Tuan Rumah Aksi Penghijauan "Balad Kuring" Provinsi Jawa Barat

AKSI PENGHIJAUAN JAWA BARAT

Bupati Indramayu yang baru, Hj. Anna Sophanah tengah memberikan kata sambutan perdana di depan publik dalam bidang lingkungan, Rabu (15/12) siang. (Satim)*** Foto-foto : Satim

Bupati Anna Pidato Perdana di Depan Publik

INDRAMAYU, Pendopo Indramayu – Hari Penghijauan tingkat Provinsi Jawa Barat yang berlangsung di Kabupaten Indramayu, Rabu (15/12) siang, boleh jadi merupakan pidato perdana bagi Bupati Indramayu yang baru, Hj. Anna Sophanah di bidang lingkungan hidup. Baru empat hari sejak Anna dilantik menjadi Bupati Indramayu periode 2010-2015 pada Minggu (12/12) siang, dan hari Rabu (1512) siang, ia sudah dipercaya sebagai tuan rumah program aksi penghijauan se-Jawa Barat yang berlangsung di obyek wisata Water Park Bojongsari, Indramayu.

Rabu (15/12) siang itu, Anna yang mengenakan jilbab dan berkaos putih bertuliskan “Selamatkan DAS Cimanuk dan Peduli Lingkungan” tersebut, rela menapaki halaman yang becek dan berair yang berada di halaman parkir Water Park Bojongsari. Ia bahkan menyampaikan tentang kondisi lokasi aksi penanaman pohon yang berair, karena semalaman di Indramayu diguyur hujan. Dengan gaya bahasa sedikit humor, Anna mengatakannya kepada hadirin yang datang dari berbagai daerah se-Jawa Barat.

“Sesuai dengan namanya Water Park atau Water Bom, jadi lokasi penanaman pohon berair seperti ini. He...hee...heee !,” ucap Anna Sophanah dalam salah satu kalimat kata sambutannya.

Anna juga merasa berterima kasih atas kepercayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menjadikan Kabupaten Indramayu sebagai tuan rumah untuk aksi penghijauan dan penyelamatan lingkungan di tahun 2010. Terutama penyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk, karena Sungai Cimanuk hingga kini menjadi sumber kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat Indramayu yang mayoritas bergerak di sektor pertanian.

“Oleh karena itu, semua pihak dan semua kalangan masyarakat, khususnya yang berada di Kabupaten Indramayu, harus terbangun untuk peduli kebersihan lingkungan dan penghijauan dengan menanam dan memelihara pohon, demi keselamatan lingkungan di masa kini dan masa-masa mendatang,” kata istri mantan Bupati Indramayu periode 2000-2005 dan 2005-2010, Dr. H. Irianto MS Syafiuddin (Yance) itu.

Dalam akhir acara, Bupati Indramayu Anna Sophanah disertai perwakilan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat meninjau mobil laboratorium lingkungan, dan stand pameran yang berkaitan dengan produk-produk ramah lingkungan, serta sejumlah kerajinan yang dihasilkan pelajar di Kota Mangga Indramayu. (Satim)*** Foto-foto : Satim

Sumber : pendopoindramayu.blogspot.com, Rabu, 15 Desember 2010

Indramayu Terancam Tenggelam

Bupati Indramayu Hj. Anna Sophanah menerima penghargaan sebagai Bupati Indramayu yang peduli penghijauan di daerahnya, Rabu (15/12) siang. (Kanan) Ketua BPLDH Dr. Ir. Setiawan Wangsa Atmaja tengah diwawancari awratawn. (Satim)*** Foto-foto : Satim

Indramayu Terancam Tenggelam

INDRAMAYU, Pendopo Indramayu Jika tidak dimulai sekarang untuk peduli lingkungan dan penghijauan, beberapa peneliti lingkungan di Indonesia menyatakan, bahwa Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu daerah pantai di Jawa Barat “terancam tenggelam”, terutama di sepanjang dataran pantai yang tersebar di sepanjang Laut Jawa Indramayu.

Yang lebih parah, terutama bakal terjadi sekitar seratus tahun mendatang. Pada tahapan generasi masyarakat Kota Mangga selanjutnya akan mengalami musibah yang diperkirakan bakal mengerikan. Air laut naik dan mengamuk menenggelamkan daratan wilayah Kabupaten Indramayu, dan air itu melumat ratusan ribu kilometer kawasan Bumi Wiralodra itu.

Para peneliti lingkungan dari Universitas Teknologi Bandung (ITB) sudah memaparkan hasil penelitiannya itu kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Belum ditambah dengan kasus pemanasan global, maka persoalan lingkungan yang dihadapi Indramayu cenderung tidak ringan. Padahal, Indramayu merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan “sabuk hijau” di Jawa Barat. Namun, apabila kita semua tidak tergerak untuk peduli kebersihan lingkungan dan penghijauan, hasil penelitian pihak ITB itu kemungkinan bakal terbukti.

Demikian salah satu bagian dari kata sambutan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang disampaikan Ketua Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLDH) Jawa Barat, Dr. Ir. Setiawan Wangsa Atmaja pada acara aksi penghijauan Jawa Barat yang bertema “Balad Kuring” (Sunda) atau “ Bala Reang” (Jawa Indramayu) menanam pohon yang dipusatkan di halaman parkir Water Park Bojongsari Indramayu, Rabu (15/12) siang.

“Memang ancaman Indramayu bakal tenggelam itu, diperkirakan seratus tahun yang akan datang. Mungkin kita-kita ini sudah tidak ada lagi. Tapi apa yang kita lakukan hari ini, dengan peduli kebersihan lingkungan dan menanam pohon, berarti ikut peduli demi generasi mendatang. Inilah inti pokok dari acara lingkungan untuk menanam pohon,” kata Setiawan (atau yang akrab disapa Iwan) kepada sejumlah bupati/wali kota se-Jawa Barat.

Iwan juga merasa berterima kasih kepada Hj. Anna Sophanah sebagai Bupati Indramayu yang baru saja dilantik pada Minggu (12/12) siang, karena Anna dianggap salah satu kepala daerah yang terlihat serius peduli terhadap lingkungan dengan aksi program penghijauan dalam mengawali tugasnya sebagai pemimpin Indramayu.

Sehingga, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan penghargaan kepada Indramayu sebagai salah satu derah yang peduli lingkungan dan penghijauan. Dalam kesempatan itu, sejumlah penghargaan juga diberikan kepada para pegiat lingkungan yang ada di Jawa Barat. Diantaranya, Kelompok Tani Hutan Mangrove Indramayu “Rapi Jaya Putra Indramayu” yang dipimpin Junaedi, juga pihak sekolah diantaranya SMPN 2 Sindang RSBI.

Anna Sophanah yang mengawali pidato terbuka di depan publik sejak ia dilantik menjadi Bupati Indramayu pada Minggu (12/12) mengatakan, pada prinsipnya Kabupaten Indramayu tetap serius untuk menyelamatkan lingkungan.

“Segala program pembangunan harus mengacu pada bagaimana kajian lingkungannya. Itu dilakukan, demi keselamatan Indramayu dari berbagai ancaman bencana alam,” kata istri mantan Bupati Indramayu periode 2000-2005 dan 2005-2010, Dr. H. Irianto MS Syafiuddin ( Yance) itu.

Dalam acara aksi penghijauan di Water Park Bojongsari itu, Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu, Ir. Aep Surahman mengatakan, aksi tanam pohon dan sejumlah aksi kebersihan lingkungan meruapakan program rutin dan berkelanjutan yang dilakukan pihak Kantor Lingkungan Hidup yang dipimpinnya.

“Yang paling utama, untuk membangun kesadaran masyarakat agar peduli lingkungan yang ada di sekitarnya. Kebersihan lingkungan dan penghijauan semestinya harus dilakukan semua pihak sebagai makna dari aksi kepedulian lingkungan ini,” ujarnya. (Satim)*** Foto-foto : Satim

Sumber : pendopoindramayu.blogspot.com, Rabu, 15 Desember 2010

Bupati Indramayu Anna Sophanah Pimpin Tanam Pohon


PENGHIJAUAN LINGKUNGAN BERTAJUK "BALAD KURING" JAWA BARAT

Bupati Indramayu Periode 2010-2015, Hj. Anna Sophanah dalam suatu acara sepeda santai di Kota Mangga. (Pendopo Indramayu/Satim)*** Foto-foto : Satim

Bupati Anna Pimpin Tanam Pohon

INDRAMAYU, Pendopo Indramayu – Gerakan aksi menanam pohon untuk penyelamatan lingkungan di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, tampaknya merupakan hari kerja pertama di bidang lingkungan bagi Bupati Indramayu, Hj. Anna Sophanah yang baru saja dilantik pada Minggu (12/12) siang, di Pendopo Bupati Kota Mangga. Dan wanita kelahiran Desa Singaraja, Kecamatan Indramayu itu dinobatkan sebagai pemimpin wanita pertama di Indramayu untuk masa bakti 2010-2015.

Anna yang sebelumnya hanya mendampingi sang suami, Dr. H. Irianto MS Syafiuddin (Yance) dalam berbagai acara pemerintahan di Kota Mangga itu selama sepuluh tahun. Namun sejak Minggu (12/12), Anna Sophanah-lah yang ganti memimpin berbagai acara pemerintahan Kabupaten Indramayu. Sementara Yance (panggilan akrab Irianto MS Syafiuddin) seusai serah jabatan kepada istrinya, Minggu (12/12) siang, kini posisi Yance balik ke belakang, dan akan mendampingi istrinya itu yang kini mengepalai pemerintahan Kabupaten Indramayu.

“Karena saya tidak jadi bupati lagi. Masa jabatan saya sebagai bupati selama dua periode sudah habis. Kini, istri saya yang gantian memimpin Indramayu. Sebagai suami, posisi saya hanya mendampinginya,” kata Yance.

Anna sendiri, untuk acara lapangan di bidang lingkungan, yang pertama bagi Anna memimpin langsung aksi penanaman jutaan pohon di wilayah Kabupaten Indramayu, yang acara seremonialnya dipusatkan di halaman parkir obyek wisata Water Park Bojongsari, Rabu (15/12) pagi.

“Selama sepuluh tahun saya yang mendampingi Bapak Yance sebagai Bupati Indramayu. Kini, Pak Yance yang mendampingi saya. Ya, gantian mendampingi,” tutur Anna Sophanah kepada Pendopo Indramayu.

Diperoleh keterangan, acara aksi penyelamatan lingkungan dengan tema penghijauan itu merupakan program lanjutan pihak Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu, kemudian pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu kabarnya ikut nimbrung demi kesuksesan aksi pencanangan program mencegah pemanasan global dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Sby) yang bertajuk “One Billion Tree” (OBIT)- Satu Juta Miliar Pohon.

Konon, seluruh lahan kritis dan yang diperkirakan bakal mengancam keselamatan lingkungan, akan ditanami “rambut bumi” (pohon). Demi kelancaran dan kesuksesan program penghijauan itu, pihak Kantor Lingkungan Hidup menggandeng berbagai lembaga pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Perbankan, LSM, Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), Perguruan Tinggi, Pelajar, Pramuka, wartawan, dan sejumlah kalangan lainnya.

Program penghijauan yang bertajuk “Balad Kuring“ atau “Bala Reang” Tanam Pohon itu, dimeriahkan dengan pawai sepeda onthel kuno. Bupati Indramayu Anna Sophanah yang melepas dan memimpin rombongan bersepeda itu dari Pendopo Bupati Indramayu menuju obyek wisata Water Park Bojongsari.

“Semua pihak dilibatkan dalam program penghijauan itu. Ibu Anna-lah yang memimpin acara penghijauan Balad Kuring tersebut,” ujar Ir. Aep Surahman, Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu di kantornya, Selasa (14/12) sore.

Hari itu pula, seragam berupa kaos berbagai warna dan corak dari sejumlah “sponsor” terlihat mulai dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak yang dilibatkan dalam program penghijauan yang dipustakan di arena obyek wisata Water Parka Bojongsari Indramayu tersebut. (Satim)*** Foto-foto : Satim

Sumber : pendopoindramayu,blogspot.com, Rabu, 14 Desember 2010

Selasa, 30 November 2010

Presiden: Tinjau Ulang Peraih Adipura

PENGHARGAAN LINGKUNGAN

Presiden: Tinjau Ulang Peraih Adipura

Ratusan peserta Hari Menanam Pohon Indonesia menanam pohon di area resapan Waduk Ir H Djuanda di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Minggu (28/11). Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengklaim, hingga akhir Oktober 2010, lebih dari 610 juta pohon telah ditanam pada sejumlah program penanaman. (Kompas/Mukhamad Kurniawan)***

PURWAKARTA, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Kementerian Lingkungan Hidup meninjau ulang kota dan kabupaten yang pernah meraih penghargaan Adipura. Jika ternyata gagal mempertahankan kebersihan, selayaknya penghargaan tersebut dicabut.

”Jangan pada saat tim penilai datang, semua dibuat bagus. Seminggu bagus, minggu kedua sudah goyah, bulan kedua sudah kacau-balau. Tidak tepat Adipura diberikan kepada pejabat, kota, atau daerah seperti itu,” kata Presiden pada peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia tahun 2010 di kawasan Waduk Ir H Djuanda di Desa Cibinong, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Minggu (28/11).

Konsekuensi mendapat penghargaan Adipura atau penghargaan lingkungan lain adalah menjaga dan terus memperbaiki kondisi lingkungannya. Presiden menilai masih ada daerah yang belum baik lingkungannya. Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak untuk mewujudkan lingkungan menjadi semakin bersih, sehat, dan rapi.

Pada peringatan ketiga Hari Menanam Pohon Indonesia itu, Presiden, Wakil Presiden Boediono, sejumlah menteri, petinggi partai politik, serta unsur pimpinan daerah menanam pohon di sekitar Tanggul Ubrug. Kawasan itu berada di daerah aliran Sungai Citarum yang mendesak untuk direhabilitasi.

1 miliar pohon

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyebutkan, penanaman pohon pada 28 November 2010 dilakukan secara serentak di kota/kabupaten seluruh Indonesia. Kegiatan ini untuk mendukung gerakan penanaman 1 miliar pohon tahun ini serta program penurunan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020 mendatang.

Menurut Zulkifli, hingga Oktober 2010, tercatat lebih dari 610 juta pohon telah ditanam. Dengan komitmen pemerintah daerah dan dukungan seluruh lapisan masyarakat, target penanaman 1 miliar pohon diharapkan dapat tercapai.

”Pada kurun 2007-2009, dari target penanaman 400 juta pohon, terealisasi penanaman 447,6 juta pohon di berbagai daerah,” kata Zulkifli.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan serta tiga gubernur lain yang menggelar konferensi jarak jauh dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, menyatakan optimistis mencapai target penanaman pohon di daerah masing-masing.

Demi mendukung program tersebut pada tahun-tahun mendatang, menurut Zulkifli, pihaknya akan terus mendorong berdirinya unit pembibitan rakyat serta posko pelayanan bibit di setiap dinas kehutanan kota dan kabupaten di Indonesia. Di beberapa daerah, terutama di lahan kritis yang sulit dijangkau dengan berjalan kaki, penanaman pohon melibatkan TNI Angkatan Udara untuk menebar benih tanaman dari udara.

”Sebagian lagi bekerja sama dengan perguruan tinggi, perusahaan swasta, dan lembaga swadaya masyarakat untuk mendukung penanaman pohon,” kata Zulkifli.

Salah satu kendala yang dihadapi pemerintah daerah, menurut Syahrul, adalah ketika masyarakat menuntut keuntungan ekonomi segera dari gerakan menanam pohon. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah pusat turut memikirkan ekonomi warga, antara lain dengan membantu industri kecil pengolah hasil hutan atau memberikan bibit pohon yang pendek umur dan bernilai ekonomis. (mkn)***

Sumber : Kompas, Senin, 29 November 2010 | 03:40 WIB

Ada 7 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda

  • Deni Mariwawo

Senin, 29 November 2010 | 22:02 WIB

tim penilai Adipura yang dilihat lokasi yang bersih2 itupun yang pandu pejabat setempat....

Balas tanggapan

  • delfis bintan

Senin, 29 November 2010 | 21:37 WIB

jgn kebersihannya yg di nilai.tapi managemen pengelolan sampah setiap kota tsb yg di nilai.

Balas tanggapan

  • Riswan T Tarigan

Senin, 29 November 2010 | 15:35 WIB

Jangan minta melulu Pak, sekali-sekali di printahkan dong.

Balas tanggapan

  • eko cahyono

Senin, 29 November 2010 | 15:23 WIB

penilaian "Adipura" memang selayaknya tidak hanya dilakukan dalam "satu" kali penilaian, tetapi juga diharapkan dalam satu tahun. sehingga syarat-syarat untuk mendapatkan "Adipura" dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas, bukan hanya untuk kepentingan segelintir orang. Keterlibatan masyarakat merupakan unsur yang harus terus ditingkatkan, sehingga ada rasa memiliki "lebih", selain itu anggaran dapat lebih "dihemat" untuk alokasi yang lebih baik lagi. Sosialisasi penilaian dan hasil Adipura bisa lebih ditingkatkan. Semoga bisa membuat seluruh wilayah Indonesia nyaman.

Balas tanggapan

  • Andika Priyadi

Senin, 29 November 2010 | 14:49 WIB

yu kita menanam pohon , banyak pohon banyak rezeki :)

Balas tanggapan

Selasa, 09 November 2010

KEHUTANAN : Pagu Anggaran Naik Jadi Rp 6 Triliun

KEHUTANAN

Pagu Anggaran Naik Jadi Rp 6 Triliun

JAKARTA, Hutbun Indramayu - Pagu anggaran Kementerian Kehutanan naik dari Rp 3,4 triliun tahun ini menjadi Rp 6 triliun pada tahun 2011.

Pemerintah akan memanfaatkan kenaikan anggaran itu untuk memberikan insentif bagi pegawai Kementerian Kehutanan di daerah terpencil untuk mengoptimalkan program penegakan hukum dan penanaman pohon.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengungkapkan hal itu di Jakarta, Minggu (7/11). Pegawai Kemhut di daerah terpencil akan mendapat insentif antara Rp 1 juta dan Rp 1,5 juta per bulan sesuai lokasi tugas mereka.

”Bagaimana mereka bisa berkonsentrasi menjaga kawasan hutan dengan penghasilan yang ada, sementara keluarga butuh biaya berobat atau uang sekolah. Harus ada insentif bagi mereka sehingga pengawasan hutan dan pembinaan masyarakat di sekitar kawasan hutan bisa lebih optimal,” ujar Zulkifli.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menjelaskan, tambahan gaji tersebut akan diberikan kepada sedikitnya 4.000 pegawai kehutanan yang bertugas di taman-taman nasional dan kawasan konservasi yang terpencil. Alokasi dana yang diusulkan dalam program insentif itu mencapai Rp 75 miliar.

Kemhut juga akan melanjutkan pembiayaan hutan tanaman rakyat melalui Badan Layanan Umum (BLU) untuk mempercepat akses masyarakat mengelola kawasan hutan produksi.

BLU sudah menyalurkan kredit berbunga lunak kepada petani hutan tanaman rakyat di Kabupaten Minahasa Selatan sebesar Rp 70,1 miliar, Minahasa Utara (Sumatera Utara) Rp 48,5 miliar, Mandailing Natal (Sumut) Rp 562 juta, dan Tebo (Jambi) Rp 2,5 miliar. (Ham)***

Sumber : Kompas, Senin, 8 November 2010 | 04:14 WIB

Rabu, 09 Juni 2010

Hari Ini, Sepeda Lawas Ikut Pawai ADIPURA 2010

Hari Ini, Sepeda Lawas Ikut Pawai ADIPURA 2010

INDRAMAYU – Hari ini, Rabu (9/6) pagi, Pawai Adipura 2010 Kabupaten Indramayu digelar. Sekitar ratusan pecinta sepeda lawas (kuno) yang tergabung organisasi Pedal (Pecinta Sepeda Lawas) Indramayu, sejak pagi mereka sudah berkumpul di halaman Pendopo Pemerintah Kabupaten Indramayu. Konon, mereka ingin berpartisipasi untuk memeriahkan acara iring-iringan mengarak Piala Adipura 2010 yang baru saja diterima Bupati Indramayu, Dr. H. Irianto MS Syafiuddin (Yance) pada Selasa (8/6) siang di Istana Negara, Jakarta dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Drs. H. Yayan Mulyantoro MM terlihat ikut mengawal keberangkatan pawai Adipura 2010 berkeliling wilayah Kabupaten Indramayu bersama sejumlah pejabat penting lainnya.

Ada juga Heri Helman, Kepala Dinas Kebersihan dan pertamanan Kabupaten Indramayu yang sejak dulu mencintai sepeda kuno bersama sejumlah pejabat lainnya, dan juga Ormas pemuda tutur menyemarakan pawai Adipura. Kemeriahan itu, tampaknya sebagai tumpahan karena Kabupaten Indramayu berhasil menyabet penghargaan sebagai kota terbersih di Indonesia untuk ke sekian kalinya.

Bupati Indramayu, Dr. H. Irianto MS Syafiuddin mengatakan, seluruh lapisan masyarakat Indramayu harus ikut bertanggung jawab terhadap kebersihan daerahnya. “Mari kita jaga kebersihan lingkungan masing-masing. Pertahankan gelar sebagai kota terbersih untuk selama-lamanya,” katanya. (Satim)*** Foto-foto :Dok. Satim

Jumat, 04 Juni 2010

Semarak Hari Ulang Tahun Penggemar Sepeda Lawas (Pedal) Indramayu


ONTHELIS: Ribuan onthelis yang tergabung dalam beragam komunitas dari berbagai daerah di tanah air turut menyemarakan syukuran tiga tahun Pedal. Tampak gambar Bupati Indramayu DR. H. Irianto MS Syafiuddin dan istri Hj.Anna Sophanah, Ketua DPRD Kab.Indramayu Drs. H. Rozak Muslim dan ribuan onthelis lainnya mengikuti ngontel touring, Minggu (30/5). (Pelita/ck-103)*** Foto-foto : Saprorudin/Satim

Semarakkan Tiga Tahun Pedal

Ribuan Onthelis Ngontel Touring di Kota Mangga

Indramayu, Pelita

Menyemarakan syukuran tiga tahun Penggemar Sepeda Lawas (Pedal) Indramayu sekaligus memperingati 102 tahun Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Onthel Nasional, ribuan onthelis daerah dan nasional yang tergabung dalam beragam komunitasnya dari berbagai daerah di tanah air seperti Komunitas Onthel Batavia (Koba) Jakarta, Paguyuban Onthel Djokjakarta (Pojok) Jogjakarta, Bersama Komunitas Onthel Karawang(Berko) Karawang, (PSHG) Garut, dan komunitas lainnya kumpul bareng di Wisma Haji Kab.Indramayu selama dua hari Sabtu – Minggu (29 – 30/5). Demikian dikatakan Ketua Panitia Drs. H.Yayan Mulyantoro MM.

Menurutnya, agenda yang di kemas dalam rangkaian HUT Pedal ke-3 ini, diantaranya ngontel ke pendopo kabupaten untuk anjangsana dengan Bupati Indramayu Dr. H. Irianto MS Syafiuddin, dilanjutkan dengan tukar menukar cinderamata dan pada pagi harinya (Minggu 30/5), ngontel touring ke situs Mbah Wiralodra, ke pantai Balongan dan balik lagi ke Wisma Haji. “Saat touring peserta diwajibkan menggunakan sepeda tua / onthel tua beragam merek dan berkostum pakaian tempo dulu / batik / baju adat,” kata Kadis Perkebunan dan kehutanan Kab.Indramayu ini.

Ketua Pedal Indramayu H. Muchamad mengatakan untuk mempererat tali silaturrahmi sesama onthelis, maka dalam rangkaian syukuran Pedal ke – 3 ini pihaknya sengaja mengundang onthelis dari berbagai daerah di tanah air untuk ngontel touring di Kota Mangga mulai dari Wisma Haji ke situs Mbah Wiralodra dilajutkan ke pantai Balongan dan balik lagi ke Wisma Haji.

Yang pasti kata Muchamad melalui Kebangkitan Onthel Nasional pihaknya menjawab tantangan pengurangan emisi gas buang. (ck-103)*** Foto-foto : Saprorudin/Satim

Program “Green Belt” dengan Menggalakkan Sahabat Mangrove

Drs. H. Yayan Mulyantoro MM

Program “Green Belt” dengan

Menggalakkan Sahabat Mangrove

INDRAMAYU – “Global Warming” (Pemanasan Global) telah menghantui penduduk di sulurh dunia. Satu-satunya negara penyangga untuk menjejukkan dan menghijaukan alam di dunia ini, adalah negara berkembang seperti Indonesia. Negara-negara maju banyak bergantung pada Indonesia dalam hal penghijauan alam, karena wilayah dan kondisi alamnya yang masih memungkinkan untuk dibuat “teduh”.

“Namun tantangan terberat saat ini, adalah membangun kesadaran masyarakat untuk ikut andil dalam berbagai kegiatan penghijauan demi keselamatan lingkungannya masing-masing. Ini yang perlu dipompa terus, sehingga masyarakat ikut rasa memiliki dalam rangka keselamatan hidupnya saat ini, dan juga kehidupan mendatang demi alam dan lingkungan yang rindang,” kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, Drs. H. Yayan Mulyantoro MM, di kantornya, Rabu (2/6) siang.

Menurutnya, program kehutanan dan perkebunan di Kabupaten Indramayu masih seabrek yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Selain upaya-upaya pembenahan hutan darat, juga menggalakan rehabilitasi pantai-pantai di sepanjang Pantura Indramayu. Salah satunya, dengan program Demplot Penanaman Hutan Mangrove Pola “Green Belt”.

“Kami mencoba untuk merangkul semua pihak, seperti masyarakat, perusahaan umum, perbankan, perguruan tinggi, PLN, Pertamina dan lain-lain untuk ikut peduli dan bersatu-padu untuk kesuksesan program Green Belt tersebut. Harapan kami, jika di kemudian hari sudah tidak menjabat Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu ini, maka pengganti saya nantinya bisa meneruskan program yang telah direstui Bupati dan DPRD Indramayu itu,” tutur mantan Kepala Dinas Ketenteraman dan Ketertiban Kota Mangga Indramayu itu.

Menanam pohon, tampaknya bukan seperti mencolek sambal, namun butuh bertahun-tahun jaika ingin dinikmati hasil kerindangannya. Sehingga Yayan Mulyantoro menggebu-gebu dengan program penyelamatan lingkungan dengan penghijauan dari sekarang, dengan harapan, masyarakat bisa merasakan manfaatnya pada beberapa tahun mendatang.

Yayan sempat berkhayal, jika Kabupaten Indramayu hijau dengan tingkat kesuburan dan prosentase hutannya sesuai dengan prioritas aturan dengan tata ruang dan Undang-Undang Lingkungan, maka daerah Indramayu setidaknya mampu mereduksi persentase pemanasan global, khususnya di lingkup Kabupaten Indramayu, dan Indonesia pada umumnya.

Data yang diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu, Jumat (4/6) menyebutkan, program demplot penanaman hutan mangrove pola green belt tersebut akan menjangkau 1.310 hektar kawasan yang berpotensi untuk dihijaukan yang meliputi 35 desa di sepanjang pantai Pantura Indramayu. Dari luas kawasan hutan seperti itu, akan menghabiskan sekitar 6.500.000 batang mangrove.

Kabid Perlindungan Rehabilitasi Konservasi Lahan (PRKL) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu, Ir. Slachudin MM menambahkan, jangka waktu program Green belt itu jika mau sukses, harus didukung oleh semua pihak. “Jika dihitung dari sekarang, maka akan bisa dinikmati dan dirasakan manfaatnya paling tidak sekitar 25 tahun mendatang. Jadi mau kapan lagi untuk berbuat demi keselamatan hidup di bumi, kalau tidak dimulai dari sekarang ?,” ujarnya. (Satim)***

Sabtu, 24 April 2010

Lelang Kayu Perdana Berlangsung di Bumi Wiralodra

Lelang Kayu Perdana

Berlangsung di Bumi Wiralodra

INDRAMAYU – Lelang Kayu Perdana di gelar di Ruang Data II Setda Kabupaten Indramayu, Rabu (21/4) siang. Lelang kayu tersebut merupakan program pihak Perum Perhutani Jawa Barat yang dipusatkan di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pihak Perum menilai, program tersebut akan terus berlangsung di Indramayu meski kayunya dari berbagai daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat.

Launchingnya yang semula akan dilakukan Bupati Indramayu Dr. H. Irianto MS Syafiuddin, namun karena orang nomor satu di Bumi Wiralodra itu, konon, tengah sibuk dengan berbagai kegiatan dengan sejumlah elemen masyarakatnya, sehingga diwakili Sekretaris Daerah Kabupaten Indramayu, H. Supendi.

Sehari sebelum pelaksanaan Lelang Perdana Kayu itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu, Drs. H. Yayan Mulyantoro MM kepada ToeNTAS News mengatakan, pihaknya merasa bangga dengan adanya pelaksanaan lelang kayu tersebut. Konon, karena di Indonesia, baru pertama kali terjadi seperti di Indramayu itu.

“Itu berarti program kami dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan sangat berarti bagi berbagai kalangan, karena pelaksanaan lelang itu setidaknya lebih transparan, sebab bisa diketahui umum. Siapa pun boleh ikut lelang kayu di acara yang sudah diagendakan tadi. Namun yang terpenting, semua pihak harus sadar menjaga hutan dan melestarikannya, supaya kita tidak kekurangan kayu di masa-masa mendatang,” kata Yayan di kantornya. (Satim/ToeNTAS News)*** Sumber : ToeNTAS News, Sabtu, 24 April 2010


Kamis, 28 Januari 2010

Kasus Pembalakan Liar di Indramayu Cenderung Meningkat

PEMBALAKAN LIAR INDRAMAYU

Pencurian Kayu Marak

INDRAMAYU, Hutbun Indramayu - Selama tahun 2009 terjadi 19 kasus pencurian kayu di kawasan hutan milik Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Indramayu, Jawa Barat.

Kepala Administratur Perum Perhutani KPH Indramayu Budi Sohibudin, Rabu (27/1), menyebutkan, dari 19 kasus pencurian kayu selama 2009, terdapat 15 kasus yang telah diproses polisi dan 11 kasus telah divonis. Jumlah kasus itu lebih banyak daripada tahun 2008, yaitu 11 kasus dengan 10 kasus telah divonis.

Budi menjelaskan, pelaku tergiur mencuri dan menjual kayu jati untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, terutama pada musim paceklik dan musim hajatan. Kayu jati curian dijual Rp 20.000-Rp 50.000 per batang.

Pencurian kayu semakin dipermudah dengan bagusnya akses di sekitar hutan Indramayu, termasuk jalur Cikamurang-Sanca-Bantarwaru, yang menghubungkan Indramayu dengan Subang dan Sumedang. Pencuri umumnya menebang pohon pada petang hari dan menjelang fajar, lalu membawanya dengan sepeda, sepeda motor, atau mobil untuk dijual kepada penadah.

Komandan Regu Keamanan KPH Indramayu Utom Priatna menambahkan, pengawasan sudah ditingkatkan, termasuk melibatkan masyarakat desa yang peduli hutan. Namun, pencurian kayu tetap banyak muncul, terutama di empat lokasi, yaitu di Resor Pemangku Hutan (RPH) Cipondoh, Jati Mulya Selatan, Sanca, dan Cikamurang. (tht)***

Source : Kompas, Kamis, 28 Januari 2010 | 03:15 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

suraryo @ Kamis, 28 Januari 2010 | 10:27 WIB
Itu namanya petugasnya memble.

Senin, 25 Januari 2010

Pengabdian Lurah Tata Menghijaukan Pantai Desa Sungaibuntu, Kabupaten Karawang

TATA HUSEN. (Foto:Kompas/Mukhamad Kurniawan)***

Lurah Tata, "Sabuk Hijau" Sungaibuntu

Gelombang laut bagi sebagian warga pesisir utara Pulau Jawa serupa dengan musuh yang terus menggempur. Terjangannya merenggut tambak, bangunan, bahkan jalan. Kenyataan itu membuat Tata Husen miris. Dia pun tergerak untuk terus berjuang menahan laju abrasi.

Oleh Mukhamad Kurniawan

Usahanya menghijaukan kawasan pantai Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sejak tahun 2003 kini berbuah manis. Kawasan yang dulu sepi itu bahkan berevolusi menjadi obyek wisata pantai yang diminati pengunjung.

Setiap hari libur, seperti hari raya dan tahun baru, kawasan pantai Desa Sungaibuntu dikunjungi 1.500-2.000 orang. Pada akhir pekan mencapai ratusan orang. Selain itu, ada 32 warung yang buka pada Sabtu-Minggu dan ratusan pedagang dadakan pada hari libur nasional.

Warga desa merasakan dampak ekonomi dari perubahan itu. Pengelola tiket, petugas keamanan, penyedia jasa perahu, dan mayoritas pedagang di kawasan tersebut adalah warga dari sejumlah kampung di Desa Sungaibuntu.

Suasana itu sangat kontras jika dibandingkan dengan sebelum tahun 2003. Ketika itu, jalan menuju kawasan pantai rusak, tambak-tambak gersang, dan tidak ada rumah makan atau warung masakan laut di tepi pantai. Daratan terus digempur ombak dan sebagian telah lenyap tergerus.

”Enam tahun lalu belum ada ’kehidupan’ di sini, jarang ada orang yang sengaja datang kecuali para pemilik dan buruh tambak,” ujar Lurah Tata, panggilan Tata Husen.

Ketika itu orang lebih suka datang ke Pantai Pisangan di Kecamatan Cibuaya (sekitar tiga kilometer arah barat Desa Sungaibuntu), Pantai Tanjung Baru di Kecamatan Cilamaya Kulon (17 kilometer arah timur dari Sungaibuntu), atau ke Pantai Tanjung Pakis di Kecamatan Pakisjaya (30 kilometer dari Sungaibuntu).

Tanam pohon

Usaha Tata membangun kawasan pantai dimulai dengan menanam pohon bakau, api-api, dan ketapang. Dia yakin deretan pohon yang tumbuh mengakar akan menjadi benteng penahan abrasi yang tangguh. Pepohonan itu juga menjadi habitat alami bagi beraneka biota air payau, menjadi penahan angin laut, serta peneduh dari terik matahari.

Akan tetapi, tidak mudah bagi Tata mewujudkan hal itu. Salah satu kesulitannya adalah tidak tersedianya bibit pohon. Kawasan pantai di sekitar Sungaibuntu umumnya tidak memiliki ”sabuk hijau”.

Tata pun harus berjalan kaki 3-5 kilometer ke timur atau barat menyusuri pantai untuk mengumpulkan bibit. Dia memungut setiap biji yang jatuh dan telah tumbuh menjadi tunas atau anakan pohon yang muncul di dekat induknya.

Calon-calon bibit itu kemudian dia rawat dalam pot-pot plastik. Dia juga menyediakan lahan khusus untuk pembibitan yang aman dari gelombang laut. Setelah berusia 2-3 bulan, Tata memindahkan bibit-bibit pohon tersebut ke tepi laut.

Segenap usaha itu lebih banyak dia jalani sendiri. Sebab, meski telah lima tahun menjabat sebagai Kepala Desa Sungaibuntu (ketika itu tahun 2003), Tata kesulitan menggalang dukungan dari warganya. Warga umumnya abai dengan hal itu. Hanya beberapa orang yang secara sukarela membantunya mengumpulkan dan menanam bibit pohon.

”Saya merasa butuh ribuan bibit karena tingkat keberhasilan tumbuhnya rendah. Namun, karena sulit mengumpulkan bibit dalam jumlah besar, saya membayar siapa saja yang datang ke sini membawa anakan pohon, ketika itu Rp 200 per bibit,” ujarnya.

Menurut Tata, hanya sekitar 60 persen bibit yang tumbuh dengan baik hingga usia 2-3 bulan. Setelah dipindahkan ke lokasi penanaman di tepi pantai, lebih dari separuh bibit mati karena tergerus gelombang atau tidak tahan dengan perubahan cuaca.

Tata memutar otak untuk menyiasatinya. Dia, antara lain, menggunakan pot plastik dan bambu untuk pembibitan, mengatur jarak tanam, dan mengikat 3-5 bibit sekaligus di satu titik penanaman. Usaha otodidak ini relatif lebih berhasil ketimbang cara-cara sebelumnya.

Tata merasa usahanya menghijaukan kawasan pantai belum selesai karena baru sekitar satu kilometer panjang pantai yang berhasil ditanami. Belasan ribu bibit telah mati dan karena itu dia merasa perlu terus menambah cadangan bibit pohon.

Beberapa tahun terakhir, Desa Sungaibuntu mendapat bantuan bibit dari sejumlah perusahaan besar di Karawang. Koleksi bibit pun meningkat. Kini Tata mempersilakan warganya mengambil bibit secara gratis untuk ditanam di tambak atau di pekarangan rumah mereka masing-masing.

Wisata

Tata juga membangun kawasan itu dengan mendirikan warung makan dan mempercantik pantai. Pada tahap awal dia membangun empat warung minuman dan makanan ringan serta masakan khas laut, seperti ikan, udang, dan cumi bakar. Hasil tangkapan nelayan itu dibeli dari tempat pelelangan ikan desa setempat.

Usaha itu ternyata menarik minat pengunjung. Pada tahun-tahun selanjutnya warga mulai membangun warung. Jumlah warung terus meningkat seiring bertambahnya jumlah pengunjung, terutama pada musim libur. Warga pun sepakat mengelola kawasan dan menamainya Pantai Samudera Baru.

Obyek wisata Pantai Samudera Baru dikelola sendiri oleh desa dan Tata Husen sebagai ketua. Belasan pemuda desa pun membantu mengelola tiket masuk, parkir, retribusi pedagang, dan keamanan. Jumlah warga yang terlibat pengelolaan lebih banyak pada hari libur.

Tata menambahkan, pengelola mematok tarif masuk Rp 5.000 per orang. Pendapatan dari usaha itu dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur wisata, seperti meningkatkan kualitas jalan di tepi pantai, membangun panggung hiburan, fasilitas kamar mandi, dan menghijaukan kawasan.

Selain itu, sebagian pendapatan disetor sebagai pendapatan asli daerah. Tahun 2008 jumlahnya Rp 8 juta. Namun, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang mencatat pendapatan dari Pantai Samudera Baru relatif stabil daripada Pantai Tanjung Baru atau Pantai Pisangan.

Pantai Tanjung Baru dan Pisangan bahkan cenderung tak terurus karena tarik ulur pengelolaan antara pemerintah desa, investor, dan pemerintah kabupaten. Selain sebagian fasilitasnya mangkrak, kawasan pantai juga semakin tergerus abrasi, seperti terjadi di sebagian pesisir utara Karawang lainnya.

Usaha Tata belum berakhir. Belasan ribu bibit yang dia tanam memang telah mati, tetapi itu tidak menyurutkan niatnya menghijaukan sekaligus menghidupkan kawasan pantai.

Source : lingkunganglobal.blogspot.com

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

Bumi @ Jumat, 22 Januari 2010 | 15:18 WIB
Jempol buat Pal Lurah , saya salut masih ada lurah yang perhatikan lingkungan dari pada tanan bengkok, jangan putus asa pak Lurah, hubungi Disbun/pertanian

Sausan Yusria @ Jumat, 22 Januari 2010 | 09:49 WIB
Oke sekali. Kami mendukung upaya dan kerja kerasmu, Pak Lurah. Semoga ada lurah-lurah lain yang inovatif dan kreatif sepertimu. Aku doakan untuk kesuksesanmu.

Kamis, 21 Januari 2010

Kontroversi Pungutan Hutan Tumpangsari di Indramayu

Hindari Premanisme Tumpangsari Perhutani Hapuskan Pungutan

Indramayu, Hutbun Indramayu – Ribuan penggarap lahan tumpangsari di bawah tegakan kayu putih di kawasan Perum Perhutani KPH Indramayu, bisa lega karena terhitung musim tanam (MT) 2010 nanti, semua jenis pungutan dihapuskan.
Ketegasan itu disampaikan Kadis Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) Kabupaten Indramayu Drs H Yayan Mulyantoro, MM didampingi Kabid Produksi dan Pengusahaan Ir Tini Kartini,MM beberapa waktu yang lalu.
Pembebasan pungutan ini bukan saja pungutan yang disetorkan ke Perum Perhutani, namun meliputi pula pungutan yang diberlakukan sesuai Perda No.13/2002 yang disetorkan ke kas daerah. Alasan penghapusan dimaksud kata Yayan, untuk menghindari konflik di lapangan yang kerap muncul pada saat musim panen yang dibarengi dengan dilakukannya pemungutan oleh petugas pemungut.
Mengingat pada saat musim panen di lapangan selalu muncul konflik, sementara PAD yang ditargetkan tidak pernah terpenuhi, maka terhitung MT 2010 berbagai pungutan yang bersumber dari lahan tumpangsari di bawah tegakan kayu putih dihapus. Untuk pengganti PAD, ke depan, menurut Yayan, akan dibahas sharing antara Pemkab.Indramayu dengan Perum Perhutani setempat.
Dihapuskannya pungutan berdampak mengurangi premanisme akan berkurang, juga diharapkan tingkat kepedulian atau tanggung jawab para pernggarap terhadap lahan garapannya akan meningkat. Kalau para penggarap memiliki rasa peduli yang tinggi terhadap lahan garapannya, hasil panen kayu putih akan meningkat, tandas Yayan.
Sementara itu salah satu penggarap dari Petak X Sukaslamet Kecamatan Kroya M.Rois ketika dihubungi Pelita Rabu (23/12), menyambut gembira atas dihapusnya pungutan yang dibebankan kepadanya. Menurutnya, pungutan yang diberlakukan dan hal itu tertuang dalam surat perjanjian kerja sama (PKS) masih dalam batas kewajaran, namun yang sangat disayangkan pada saat musim panen tiba, petugas pemungut dalam melakukan tugasnya saling mendahului.
Melihat kenyataan ini, kata Rois, wajar kalau di lapangan banyak ditemukan kuitansi pasar, dan wajar pula kalau target PAD tidak pernah tercapai. Kami menyambut gembira dengan dihapusnya semua jenis pungutan yang dibebankan kepada para penggarap lahan tumpangsari di bawah tegakan kayu putih. Karena dengan dihapusnya pungutan tersebut, merupakan bukti kepedulian pemerintah terhadap rakyat kecil, tuturnya.
Rois menambahkan, sebagai bentuk rasa terimakasihnya, ia akan melakukan perawatan maksimal terhadap kayu puith yang ada di wilayah garapannya.
Diberitakan sebelumnya, meski sudah duduk satu meja antara Perum Perhutani, Dinas Hutbun, lembaga masyarakat daerah hutan (LMDH) dalam hal melakukan pungutan dan hal itu tertuang dalam PKS, belakangan kebersamaan itu hilang karena setiap akan melakukan pungutan mereka selalu berebut (Pelita, 13 Juni 2009, Red). (Pelita/ck-103)

Kasubsi PHBM Bantah Semua Pungutan Lahan Tumpangsari Dihapuskan

Laporan:

Menyikapi pemberitaan Hindari Premanisme Tumpangsari Perhutani Hapuskan Pungutan Kasubsi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pada Perum Perhutani KPH Indramayu Darto angkat bicara.
Kasubsi PHBM Bantah Semua Pungutan Lahan Tumpangsari Dihapuskan Indramayu, Pelita Menyikapi pemberitaan Hindari Premanisme Tumpangsari Perhutani Hapuskan Pungutan Kasubsi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pada Perum Perhutani KPH Indramayu Darto angkat bicara. Tidak benar kalau pungutan yang bersumber dari lahan tumpangsari di bawah tegakan kayu putih dihapuskan semua. Penghapusan pungutan itu hanya khusus diberlakukan pada lokasi penanaman tumpangsari yang dilaksanakan pada tahun 2009 saja, selebihnya tetap dikenai pungutan sesuai konsep perjanjian kerja sama (PKS), tandas Darto di ruangannya kemarin (29/12). Terkait hal dimaksud, pihaknya sudah memberitahukan kepada Dinas Hutbun Kab Indramayu. Pertimbangan penghapusan pungutan itu kata Darto untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kayu putih, dan alasan lainanya karena pada masa penanaman membutuhkan perawatan dan pemeliharaan serius, selanjutnya setelah usia tanaman kayu putih di atas dua tahun, pungutan tetap diberlakukan kembali. Belum ada rasa Memiliki Darto berkilah, kalau saja para penggarap tumpangsari memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pemeliharaan kayu putih, seperti tidak ada perempelan daun, jalur bebas 1,5 meter terpenuhi, rumput bersih, pihaknya mungkin akan memper timbangkan untuk membebaskan pungutan. Bagaimana mungkin pihaknya akan mempertimbangkan bebas pungutan, kalau pada praktiknya jauh dari harapan, dimana mereka lebih mementingkan pada pemeliharaan tanaman padinya saja, belum lagi jalur bebas hanya tersisa setengahnya bahkan tidak ada sama sekali, perempelan masih tinggi dan rumput tumbuh subur. Kalau para penggarap sudah ada rasa memliliki terhadap tanaman kayu putih, mungkin saja semua pungutan dihapuskan, ungkapnya. Belum adanya rasa memiliki dimaksud, pihaknya terus melakukan pembinaan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, namun demikian ia mengakui mengingat jumlah luas lahan yang tidak sebanding dengan jumlah petugas yang ada, maka hasilnya di satu sisi dilakukan pembinaan di sisi lain perilaku belum ada rasa memiliki masih tetap terjadi. Kalau semua pihak menyadari akan tupoksinya, insya Allah harapan Perum Perhutani KPH Indramayu untuk mengenalkan Kota Indramayu selain dikenal sebagai Kota Mangga juga Kota Kayu Putih akan terwujud, tegasnya. Ketika disinggung kalau pungutan masih diberlakukan, maka untuk menyikapi premanisme pada saat musim panen dan menghindari tumpang tindih pungutan, solusinya adalah sosialisasi. Sosialisasi terus dilakukan melalui Asisten Perhutani (Asper) setempat, urai Darto. Sementara itu menurut salah satu penggarap di petak X yang enggan dikorankan, hingga memasuki musim tanam (MT) 2009-2010 sejauh ini belum ada pihak yang melakukan sosialisasi di lokasinya. Untuk di tempat lain, ia mengakui tidak tahu. Sosialisasi idealnya dilakukan di lokasi penanamanan, karena kalau sosialisasi dilakukan di kantor desa, hasilnya tidak efektif, karena yang menghadiri sosialisasi tersebut belum tentu para penggarap tetapi masyarakat yang tidak ada kaitannya dengan lahan tumpangsari, sarannya. Ia menambahkan, dengan adanya sosialisasi tentunya semua pihak akan menjadi paham terkait tupoksinya, sehingga kalau semua pihak saling memahami, insya Allah tumpang tindih pungutan tidak akan terulang kembali. Diberitakan sebelumnya, Ribuan penggarap lahan tumpangsari di bawah tegakan kayu putih di kawasan Perum Perhutani KPH Indramayu, yang kerap menjadi obyek pungutan kini bernafas lega, pasalnya terhitung musim tanam (MT) 2010 semua jenis pungutan dihapuskan. Dikatakan Kadis Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) Kab Indramayu Drs H Yayan Mulyantoro, MM didampingi Kabid Produksi dan Pengusahaan Ir Tini.

 

My Blog List

Site Info

free counters

Followers